Artikel Terbaru
Loading updates...

Review Buku Meditations Marcus Aurelius: Menelisik Kelebihan, Kekurangan, dan Inti Ajaran Meditations

Poin Kunci:
  • Kaisar Romawi Marcus Aurelius menulis Meditations bukan untuk publikasi, melainkan sebagai jurnal pribadi dalam bahasa Yunani Koine 
  • Inti ajaran Stoikisme dalam buku ini adalah pentingnya membedakan antara hal yang dapat kita kendalikan (pikiran dan respons kita) dan yang tidak (peristiwa eksternal), serta menerima takdir, mengingat kefanaan hidup, dan fokus pada kewajiban sosial.
  • Meskipun pada dasarnya adalah catatan harian yang tidak sistematis dan repetitif, karya ini tetap sangat relevan di era modern sebagai panduan mindfulness untuk mengatasi kecemasan dan overthinking

Gambar buku Meditations

Isu stress, kecemasan, dan perasaan kewalahan terhadap hal hal di luar kendali menjadi salah satu isu yang relevan dengan kondisi hidup orang modern sat ini. Menariknya, filosofi kuno Stoikisme digadang gadang menjadi salah satu pemikiran yang dinilai mampu untuk mengatasi tantangan tersebut. 

Marcus Aurelius disebut sebut sebagai tokoh berpengaruh dalam tradisi pemikiran filsafat Stoa atau Stoikisme. Dalam bukunya berjudul Meditations (perenngan), Marcus Aurelius menjelaskan pemikiran pemikiran stoikismenya beserta bagaimana pemikiran ini dapat diterapkan. 

Walaupun buku in sudah lama dan diperkirakan ditulis pada abad ke-2 Masehi, tetapi buku ini masih dijadikan rujukan untuk belajar dan memahami filsafat Stoikisme lebih dalam. Buku ini dinilai nilai dapat menjadi pegangan hidup di era ini dengan lebih tenang.

Deskripsi & Sinopsis Buku Meditations Karya Marcus Aurelius

KategoriKeterangan
Judul BukuMeditations - Perenungan
PenulisMarcus Aurelius
PenerjemahGita Widya Laksmina Soerjoatmodjo
PenerbitPenerbit Naoura Books
Jumlah Halaman332 hal
HargaRp89.000 (Pulau Jawa)
GenrePsikologi Populer
Walaupun ditulis hampir dua milenium yang lalu, karya Kaisar Romawi, Marcus Aurelius ini, masih sangat relevan bagi kehidupan mengandung unsur mindfulness, mengajak untuk fokus pada yang kita lakukan saat ini, move on dari masa lalu, sekaligus melepaskan beban-beban kekhawatiran akan masa depan. Memotivasi kita untuk berhenti overthinking, terlalu banyak memikirkan pendapat orang, dan mulai melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar.

Dengan Meditations, Marcus meyakinkan kita, "Kamu memiliki kemampuan untuk hidup bebas tanpa tekanan dan dengan rasa damai dalam pikiranmu, bahkan jika semua orang di seluruh dunia berteriak melawanmu."

Sisakan sedikit waktu menapaki renungan-renungan yang telah menjadi acuan para negarawan, pemikir, dan banyak orang di seluruh dunia selama berabad-abad ini. Mulailah perjalananmu memahami diri sendiri sekaligus memahami dunia.

"Marcus Aurelius mengajak kita menyelami isi pikirannya. Di dalamnya kita akan menemukan kesadaran diri untuk tetap tenang menjalani hidup bahkan di saat-saat yang serba-tidak pasti seperti sekarang ini."
- Adjie Santosoputro, Pembantu Memulihkan Batin. Praktisi Meditasi dan Mindfulness -

Siapa Itu Marcus Aurelius - Profil Penulis Buku Meditations ? 

Marcus Aurelius adalah salah satu tokoh paling berkuasa yang pernah hidup di dunia ini. Dia adalah seorang Kaisar Romawi pada tahun sekitar 161 - 180 Masehi. Sebagai pemimpin kekaisaran yang luar biasa, dirinya dikenal sebagai kaisar filsuf (Philoshoper King) yang bijaksana dan bermartabat. Bahkan  oleh Niccolò Machiavell, Marcus Aurelius disebut juga mendapatkan gelar sebagai Lima Kaisar yang Baik (Five Good Emperor). 

Pemerintahannya juga dikenal sebagai akhir dari zaman Pax Romana (Perdamaian Romawi). Pada zaman tersebut (sekitar 27 SM hingga 180 M), Kekaisaran Romawi berada dalam sebuah periode yang relatif damai dan stabil. Dengan demikian, pemerintahan Marcus Aurelius menjadi titik akhir dan awal menuju kondisi kekaisaran romawi yang kacau. 

Pada awalnya, Marcus Aurelius ini lahir dengan nama Marcus Annius Verus pada tanggal 26 April 121 Masehi di Roma, Italia. Terdapat juga variasi nama semasa masa mudanya, yaitu Marcus Annius Catilius Severus Annius Verus. Marcus lahir dari keluarga yang terpandang dan kaya raya di Romawi dengan beberapa anggotanya bekerja sebagai konsul dan pewaris harta yang banyak. 

Namun, ayah Marcus Aurelius meninggal ketika dirinya baru berusia tiga tahun. Setelah kematian ayahnya, Marcus Aurelius selanjutnya di besarkan oleh ibu dan kakeknya. Bersama dengan ibunya yang bernama Domita Calvilla, Marcus diajarkan tentang kesalihan (religius), sifat baik, menjaga pikiran, rendah hati, dan menarik diri sejauh jauhnya dari kebiasaan orang orang kaya raya.

Selama Marcus Aurelius tumbuh kembang, dirinya menjalani pendidikan seperti belajar bahasa Yunani dan Latin di bawa mentor Herodes Atticus dan  Marcus Cornelius Fronto. Dibawah pengajaran Fronto, Marcus Aurelius diajarkan untuk menghindari kemunafikan tiran dan cinta pada kejujuran (veracity). 

Selain itu, diriya juga mulai belajar tentang Stoicism dari gurunya yang bernama Rusticus. Rusticus memperkenalkan pada konsep Stoikisme dari tokoh tokoh terkenal seperti Epiktetus dan Heraclitus. Melalui Rusticus ini, Marcus menjadi sadar bahwa hidupnya membutuhkan perbaikan dan belajar untuk meninggalkan retorika dan puisi, menulis surat tanpa dibuat-buat, mudah berdamai dengan yang bersalah, serta membaca dengan tekun dan tidak puas dengan pengetahuan yang dangkal. 

Marcus Aurelius tumbuh menjadi seorang yang bersifat serius dan pekerja keras. Hal ini kemudian menarik perhatian dari Kaisar Hadrian untuk menjadikan Markus Aurelius sebagai pewaris yang dipersiapkan. Setelah putra angkat Hadrian, Aelius Caesar, meninggal pada tahun 138 M, Hadrian kemudian mengadopsi Antoninus Pius sebagai ahli waris barunya. Namun, adopsi tersebut dengan syarat nantinya Antoninus Pius harus mengadopsi Marcus Aurelius bersama Lucius Verus (putra Aelius).

Pada awalnya, Marcus Aurelius tidak langsung menjadi seorang kaisar. Karir awalnya berasal dari ketika dirinya bekerja sebagai seorang konsul Romawi pada tahun 140 Masehi. Baru setelah Kaisar Antoninus meninggal pada tahun 161 M, Marcus Aurelius naik menjadi Kaisar Romawi dengan nama resmi menjadi Marcus Aurelius Antoninus Augustus. Uniknya, tidak seperti pendahulunya, Marcs Aurelius memilih untuk berbagi kekuasaan penuh dengan saudara angkatnya, Lucius Verus, yang memerintah sebagai rekan kaisar. Ini pengaturan yang tidak memiliki preseen pasti, kemungkinan Marcus Aurelius melakukan karena terikat janji yang ia berikan kepada Hadrian. 

Pada akhirnya, Marcus Aurelius meninggal pada tahun 180 Masehi, yang secara historis mengakhiri periode Pax Romana. Ia menggap pada  tanggal 17 Maret 180 Masehi dikarenakan serangan Wabah Antonine di Vindobona (yang sekarang dikenal sebagai kota Wina, Austria). Tidak seperti beberapa pendahulunya, Marcus memilih Kommodus, putra kandungnya, sebagai ahli waris, bukan putra angkat. Setelah kematiannya, Kommodus naik takhta sebagai kaisar penggantinya.

Apa Penyebab Buku Meditations Ditulis ?

Meskipun dikenal sebagai kaisar terakhir dari periode damai,dalam dua dekade pemerintahan Marcus Aurelius ternyata ditandai oleh peperangan yang terus menerus. Pemerintahannya harus menghadapi konflik militer di Timur melawan Kekaisaran Parthia dan pemberontakan kerajaan Armeniam. Selain itu, terdapat juga perang Marcomannic di utara yang menghadapi serangkaian invasi dari suku suku Jerman, seperti Marcomanni, Quadi, dan Sarmatian Iazyges. Marcus Aurelius menghabiskan waktu bertahun-tahun di garis depan perang melawan para penyerbu barbar suku jermanik dari di perbatasan utara atau di Eropa Tengah.

Terdapat juga pemberontakan internal di Timur yang dipimpin oleh salah satu terdekatnya, yaitu Avidius Cassius. Dalam pidato yang diyakini mencerminkan karakternya, Marcus Aurelius menyesali bahwa tidak ada kesetiaan yang dapat ditemukan di antara manusia, dan ia berencana untuk mengampuni Cassius dan komplotannya, menunjukkan kemanusiaan dan belas kasihan yang menjadi ciri khas kebijakannya

Selain ancaman militer, masa pemerintahan Marcus Aurelius juga dilanda bencana kesehatan dan ekonomi yang parah. Pada tahun 165 atau 166 M, Wabah Antonine merebak dan diperkirakan menyebabkan kematian lima hingga sepuluh juta orang. Wabah ini bahkan disebut-sebut sebagai alasan yang mempercepat kehancuran Kekaisaran Romawi. Ganasnya wabah ini bahkan menyebabkan rekan kaisarnya, Lucius Verus meninggal pada tahun 169 M.

Akibat wabah dan perang yang terus-menerus, negerinya mengalami krisis ekonomi. Marcus melakukan penyesuaian anggaran yang drastis, termasuk melelang permata dan berbagai aset Kekaisaran, bahkan menjual harta benda pribadinya demi memberi makan rakyat yang kelaparan di pinggir jalan. Bahkan  ia juga harus memodifikasi kemurnian perak mata uang Romawi, denarius.

Di tengah semua krisis in, Marcus Aurelius menemukan penghiburan dan kekuatan dalam filosofi Stoikisme. Ia menuliskan pemikirannya dalam jurnal pribadinya (yang akan kita kenal saat ini sebagai buku Meditations) dalam bahasa Yunani Koine selama masa kampanye militer , diperkirakan antara 170 hingga 180 Masehi. Setidaknya terdapat 12 buku yang berupa kumpulan tulisan jurnal pribadi yang Marcus Aurelius tulis. Buku tersebut ditulis di lokasi yang berbeda beda, seperti Buku I ditulis saat ia berkampanye melawan Quadi di sungai Granova/Hron, dan Buku II ditulis di Carnuntum. 

Pada awalnya jurnal jurnal dari Marcus Aurelius ini tidak sama sekali dimaksudkan untuk disebarluaskan atau dipublikasikan.  Karya ini sebenarnya tidak memiliki judul resmi, sehingga "Meditations" adalah salah satu dari beberapa judul yang diberikan kepada koleksi ini. Dalam bahasa Yunani, karya ini disebut "Ta eis heauton", yang secara kasar diterjemahkan sebagai 'Kepada Dirinya Sendiri' atau 'Gagasan kepada dirinya sendiri'. Memang tulisan tersebut murni berfungsi sebagai sumber bimbingan pribadi dan latihan spiritual (spiritual exercises) Marcus Aurelius untuk mempertahankan integritas mentalnya. Ia berusaha utuk terus-menerus mengingatkan dirinya untuk mengendalikan pikiran dan menerima takdir. 

Bagaimana Buku Meditations Masih Ada Hingga Saat Ini ?

Karena sifatnya yang sangat pribadi dan ditulis tanpa niat publikasi, karya ini membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dikenal secara luas. Meskipun isinya sangat beharga, naskah asli dari karya Marcus Aurelius ini dianggap sangat rentan. Hal tersebut karena sangat mungkin hanya sedikit salinan yang dibuat. 

Bahkan, karya Marcus Aurelius ini hampir terlupkn selama seribu tahun. Diketahui tidak ada yang menyebut Meditations hingga awal abad ke-10. Kelangsungan hidup tulisan Marcus Aurelius digambarkan sebagai suatu hal yang kebetulan (fortuitous). Kemungkinan besar, karya tersebut disimpan oleh seseorang di lingkarannya yang berjiwa sama (kindred spirit in his entourage) yang entah bagaimana mendapatkan kepemilikan buku-buku berharga tersebut. Melalui kalangan tersebutlah kemudian karya meditations ini tetap ada dengan cara transimsi salinan secara bertahap.

Setelah bertahan selama seribu tahun tanpa diketahui secara luas, karya ini perlahan-lahan mulai dikenal. Arethas dari Caesarea tercatat sebagai satu satunya sejarawan yang mencatatnya pada abad ke-10.  Selanjutnya karya ini dicetak pertama kali pada tahun 1559 M. Meskipun awalnya ditulis dalam bahasa Yunani Koine, buku ini kemudian diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dan diterbitkan di berbagai negara, termasuk di Indonesia pada tahun 2021 oleh Noura Books Publishing. 

Pengaruh Meditations yang bertahan lama dan popularitasnya yang meluas telah menjadikannya salah satu karya besar filsafat Stoa. Meskipun ditulis hampir dua milenium yang lalu, ajaran filosofis Marcus Aurelius masih sangat relevan dengan kehidupan masa kini yang penuh tekanan. Karya ini terus dibaca dan dipelajari secara luas oleh para sarjana dan pembaca umum. Karya ini telah menjadi salah satu karya dasar filsafat Barat.

Inti Sari & Pesan Moral dari Buku Meditations Karya Marcus Aurelius

Buku Meditation adalah sebuah relfleksi filsafat Stoa. Inti dari buku ini berisikan ajaran tentang pentingnya mengendalikan diri, menerima takdir, dan fokus pada kebijakan di tengah kekacauan dunia. Hal ini sangat relevan dengan kondisi kita saat ini yang mana selalu berada dalam kondisi yang tidak pasti dan terus berubah ubah. Untuk mengatasi permasalahan ini, terdapat beberapa pelajaran yang dapat diambil dari buku ini. 

1. Fokus pada Apa yang Dapat Kita Kendalikan (The Dichotomy of Control)

Inti ajaran dari Stoikisme adalah untuk membedakan antara hal hal yang berada dalam kendali kita (pikiran, opini, dan respons kita) dan hal hal yang berada di luar kendali kita (peristiwa eksternal, opini orang lain, dll). Singkatnya, kita memiliki kuasa atas pikiran diri sendiri bukan terhadap pikiran dan kejadian di luar diri. Kunci untuk hidup tenang ini ada dalam pikiran apa yang dapat kita kontrol. 

Hal tersebut karena terkadang kegelisahan dan ketidakbahagiaan tidak berasal dari peristiwa itu sendiri, melainkan dari penilaian kita terhadap peristiwa tersebut yang mana merupakan sesuatu yang tidak bisa kita kontrol.

2. Hidup Selaras dengan Alam dan Menerima Takdir

Marcus Aurelius menganjurkan untuk menjalani hidup selaras dengan alam (living according to nature). Dalam hal ini, alam semesta adalah satu kesatuan yang teratur (kosmos) dan dipelihara oleh pemeliharaaan ilahi atau nalar universal dan menjadikan manusia hanya bagian kecil dari kosmos ini. 

Dengan demikian, kita sebagai manusia harus menerima dengan senang hati segala sesuatu yang terjadi pada kita karena hal tersebut telah ditentukan sejak awal oleh rantai sebab akibat alam semesta. Namun, menerima takdir ini bukan berarti bertingkat seolah olah ingin hidup sesuai keinginan diri sendiri, melainkan sesuai dengan kehendak alam yang ada. 

3. Kefanaan Hidup dan Urgensi Bertindak

Buku ini secara berulang kali mengingatkan tentang kematian  dan singkatnya hidup. Kematian adalah proses alami dan merupakan bagian dari perubahan yang terus menerus terjadi di alam semesta. Mau itu hidup panjang maupu hidup pendek pada akhirnya akan membawa kesimpulan yang sama bahwa makhluk yang bernyawa akan mati. 

Karena hidup itu singka, maka kita tidak boleh menyia nyiakan momen saat ini. Hal tersebut karena masa lalu sudah berlalu dan masa depan adalah ketidakpastian. Akibatnya, kita hendaklah berfokus pada tindakan yang kita saat ini lakukan dan anggap bahwa tindakan ini adalah hal terakhir yang kita lakukan. 

4. Kewajiban Sosial dan Menghadapi Kesalahan Orang Lain

Marcus Aurelius menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang ditakdirkan untuk bekerja sama untuk kebaikan bersama. Kebaikan sejati (virtue) ditemukan dalam tindakan yang bermanfaat bagi komunal. Berbuat baik diperlukan bukan untuk mendapatkan pujian dari orang lain tetapi untuk mendapatkan timbal balik serupa terhadap diri sendiri. 

Maka dari tiu, hendaklah kita bersabar dan lembut terhadap orang orang yang berbuat salah. Marcus percaya bahwa orang melakukan kejahatan karena ktidaktahuan tentang apa yang benar benar baik dan buruk. Daripada terganggu oleh kesalahan orang lain, fokuslah pada perbaikan diri sendiri. 

5. Penolakan Terhadap Ketenaran dan Harta Duniawi

Marcus berulang kali memperingatkan agar tidak mengejar hal-hal eksternal yang bersifat semu dan sementara. Ketenaran dan harta adala sesuatu yang cepat berlalu dan akan pasti dilupakan seiring berjalannya waktu. Pada akhirnya kita dan orang yang akan memuji kita pun akan mati. Dengan demikian mengejar hal tersebut hanya akan menunjukkan kesombongan.

Melalui berbagai hal dan pesan diatas, ssingkatnya Meditations adalah panggilan bagi setiap orang untuk menjadi Raja Filsuf atas jiwanya sendiri, tanpa memandang status di dunia nyata. Marcus mengajarkan bahwa melalui pengendalian pikiran yang ketat, penerimaan takdir universal, dan komitmen yang tak tergoyahkan untuk bertindak adil dan baik di masa kini, kita dapat mencapai kedamaian batin sejati.

Buku ini bagaikan sebuah kompas yang selalu mengarah ke dalam diri, mengingatkan kita bahwa meskipun perahu kehidupan kita mungkin dihantam badai eksternal, kita memegang kendali penuh atas navigasi mental dan spiritual kita

Kelebihan Buku Meditations Karya Marcus Aurelius

1. Relevan dengan Masa Kini

Walaupun merupakan karya lama, karya Marcus Aurelius masih sangat relevan dengan kehidupan modern yang penuh tekanan. Dalam kondisi yang berat ini, buku ini berisikan ajaran ajaran yang mengandung unsur mindfulness untuk fokus pada apa yang dilakukan saat. Buku ini dapat memotivasi utuk berhenti overhingking dan melepas kekhawatiran akan masa depan. 

2. Memiliki Kedalaman Filsafat Stokisme yang Menyeluruh

Isinya sangat kaya akan pelajaran akan rangkaian refleksi dan latihan spiritual yang menantang. Marcus membahas berbagai aspek kehidupan, seperti kematian, makna keberadaan, hubungan manusia, dan sifat alam semesta.

Walaupun berisikan banyak nasihat, tetapi seluruh pengajaran dinilai dituliskan dengan baik, tanpa memberikan kesan menggurui, apalagi menghakimi. Buku ini bersifat reflektif, inspirasional, dan motivasiona. 

Marcus menggunakan pepatah ringkas (pithy aphorisms) yang kuat untuk menyaring kebijaksanaan dengan tepat. Banyak kalimatnya yang penuh logika, terbuka, dan jujur tentang kehidupan, kematian, dan alam semesta. Karena berbentuk kutipan dan renungan, setiap bagian sering berdiri sendiri, sehingga buku ini dapat dibuka di halaman mana pun, bagaikan kumpulan nasihat yang siap digunakan kapan saja.

3. Gaya Penyampaian yang Mudah Dipahami

Meskipun ada bagian yang bahasanya mendalam (seperti halnya buku filsafat), secara umum gaya penulisan Marcus Aurelius dalam terjemahan dinilai sederhana, lugas, dan mudah dimengerti. Narasi yang digunakan seakan akan memberikan efek imajinatif yang unik dimana dapat menghantarkan pembaca kepada perjalanan Stoik untuk hidup yang lebih tangguh


Kekurangan Buku Meditations Karya Marcus Aurelius

1. Masalah Struktural dan kohesi

Karena Meditations adalah catatan harian pribadi, bukan risalah formal, karya ini tidak memiliki urutan atau struktur yang sistematis. Buku ini memang dibagi  menjadi dua belas bagian, tetapi catatan catatan didalamnya tidak memiliki urutan kronologis. Selain itu, refleksi refleksi didalamnya disusun secara acak dengan perubahan topik yang cepat dan terkadang tidak memiliki konsekuensi logis. 

2. Tantangan Bahasa dan Keterbacaan

Gaya penulisan Marcus Aurelius, meskipun lugas dalam konteks aslinya, dapat menjadi tantangan bagi pembaca yang tidak terbiasa dengan filsafat Stoa. Layaknya bahasa filsafat pada umumnya, bagi beberapa pembaca terkadang agak sulit membacanya dan perlu beberapa kali membaca untuk memahamnya.

Disisi lain, Karena merupakan jurnal pribadi, beberapa bagian bersifat samar-samar (obscure), tidak dapat diingat (unmemorable), dan Marcus Aurelius hanya menyebutkan pengalaman pribadi tanpa menjelaskannya secara eksplisit. Akibatnya pembaca awam terkadang bingung apa maksud yang ingin disampaikan oleh Marcus Aurelius.

3. Isi yang repetitif

Banyak pembaca dan kritikus modern yang mencatat adanya pengulangan ide. Terdapat penjelasan yang repetitif di bagian akhir buku ini, dan beberapa pembaca menemukan bahwa sentimennya berulang.

4. Terjemahan yang kurang tepat

Dalam versi terjemahan, beberapa kekurangan minor juga muncul.  Ditemukan bahwa ada beberapa bagian dalam buku ini yang terjemahannya dinilai kurang pas. Meskipun hal ini masih dapat dimaklumi mengingat naskah aslinya ditulis ribuan tahun yang lalu dalam bahasa Yunani, ini tetap menjadi kekurangan

Buku Meditations Cocok Untuk Siapa?

Buku Meditations ini cocok untuk siapa saja yang ingin belajar lebih mengenali diri dan dunia di sekitarnya. Buku ini dianggap sebagai salah satu karya dasar filsafat Barat dan terus dibaca secara luas oleh para sarjana dan pembaca umum. Walaupun demkian, buku ini direkomendasikan terhadap kelompok dan orang yang sedang mengalami seperti : 
  1. Orang yang Cemas dan Overthinking
  2. Orang yang Membandingkan Diri dengan Orang Lain Bagi 
  3. Mereka yang Menghadapi Masalah Hidup yang Ruwet
  4. Pencari Ketangguhan Mental Filosofi Stoik
  5. Individu yang Menghadapi Tekanan Berat
  6. Pencari Kebahagiaan, Kedamaian, dan Kemerdekaan Sejati
  7.  Penganut atau Peminat Stoikisme 



Referensi

Aurelius, M. (2021). MEDITATIONS: Perenungan. JAKARTA: Noura Books.

Brunt, P. A. (1974). Marcus Aurelius in His Meditations. The Journal of Roman Studies, 64, 1–20. https://doi.org/10.2307/299256


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url