Mengapa Banyak Orang Melanggar Lalu Lintas? Mengungkap Logika Untung-Rugi di Balik Pelanggaran Lalu Lintas
Poin Kunci
- Pelanggaran lampu lalu lintas merupakan tindakan rasional subjektif, di mana pelanggar menilai keuntungan yang didapat lebih besar daripada kerugiannya.
- Keputusan untuk melanggar ini diperkuat oleh rendahnya probabilitas tertangkap dan anggapan bahwa hukuman dapat ditoleransi
- Pelanggaran juga terjadi akibat lemahnya norma sosial tertib berlalu lintas
| Ilustrasi Lalu Lintas (image by freepik) |
Pernahkan kamu melihat pengemudi motor ataupun mobil yang ngeblong atau menerabas lampu merah? Atau mungkin kamu adalah satu dari pelanggar aturan tersebut?
Dari adanya pelanggaran tersebut, pernahkan kamu penasaran mengapa mereka melakukan pelanggaran lampu lalu lintas dan tidak untuk tunduk saja terhadap aturan. Melalui logika rational choice dan norma, ternyata permasalahan tersebut dapat dijelaskan dengan lebih detail.
Alasan Untung-Rugi
Dengan logika untung-rugi, manusia dipandang sebagai makluk yang selalu berpikir secara rasional. Ketika melihat suatu hal, manusia akan mempertimbangkan apa untung dan rugi yang didapatkan. Pertimbangan tersebutlah yang kemudian membawa seesorang memilih tindakan yang akan memberikan keuntungan yang paling besar dan bermanfaat.
Namun, pengambilan keputusan ini bersifat subjektif. Apa yang dipikirkan seseorang dalam memandang manfaat terkadang berbeda antar sesama manusia. Bahkan, tindakan yang diambil seseorang tersebut dapat melanggar aturan dan norma yang berlaku di masyarakat. Hal tersebut karena orang tersebut memandang bahwa dengan melakukan tindakan melanggar aturan dapat memberikan manfaat yang lebih besar.
Maka dari itu, pelanggaran lampu lalu lintas dalam hal ini bukanlah perilaku yang irasional (tidak masuk akal). Seseorang memilih melanggar karena berpikir bahwa manfaat yang didapatkan lebih besar dibandikan dengan taat aturan.
Perilaku melanggar lalu lintas biasanya disebabkan alasan tergesa-gesa karena hampir /sudah terlambat ke sekolah/tempat kerja/tempat tujuan (Poei, 2017). Alasan tersebut membuktikan bahwa seseorang pelanggar lampu lalu lintas didasarkan bahwa keuntungan dari menerabas lampu lalu lintas dapat memberikan manfaat yang lebih besar. Orang orang bisa menghemat dan tidak terlambat ke sekolah/kantor dengan menjadi pelanggar aturan.
Probabilitas Keberhasilan
Selain itu, pelanggaran juga sering dilakukan karena pelanggar aturan yakin bahwa dirinya tidak akan tertangkap. Sebaliknya, jika dirinya merasa bahwa tindakannya tidak masuk akal dan membuat tertangkap justru akan mencegah dirinya bertindak demikian.
Ini juga sejalan dengan penemuan Poei (2017) bahwa sebagian besar pelanggar lalu lintas disebabkan karena "tidak ada polisi yang melihat". Seorang pelanggar lampu lalu lintas yakin bahwa tidak adanya polisi yang berjaga akan membuat tindakan melanggar lalu lintas pasti akan berhasil.
Dengan alasan ini, maka pelanggaran lampu lalu lintas di masyarakat dapat disebabkan karena kurang adanya pengawasan atau tindakan tegas dari polisi. Jika polisi mampu untuk menegakkan aturan maka dapat menurunkan pelanggaran lalu lintas karena ini dapat menurunkan probabilitas keberhasilan.
Hukuman yang Dapat Ditoleransi
Pelanggaran aturan juga dapat disebabkan karena hukuman dari pelanggaran aturan dirasa dapat ditanggung ataupun dianggap enteng oleh pelanggar. Orang berani untuk melanggar lalu lintas bisa karena hukuman atau tilang yang didapatkan tidak seburuk itu. Hal ini akan lebih didukung dengan logika untung-rugi diatas, yang memandang bahwa manfaat yang didapatkan melanggar aturan lebih besar dibandingkan mendapatkan tilang saja.
Lemahnya Norma
Norma juga dapat menjadi alasan kenapa terjadi pelanggaran aturan. Didalam masyarakat, terdapat beragam norma dan aturan yang dapat berfungsi sebagai pengontrol orang untuk dapat bertindak sesuai yang diharapkan. Namun, norma ini tidak bisa begitu saja mengontrol orang dengan sendirinya. Sebuah norma ditaati karena norma tersebut diakui oleh masyarakat dan sebaliknya.
Dengan demikian, kuat lemahnya norma dan aturan tergantung apakah hal tersebut diakui tidak oleh masyarakat. Dalam konteks norma tertib lalu lintas, seseorang akan taat lalu lintas apabila norma ini secara kuat berlaku di masyarakat. Norma yang kuat akan menghasilkan tindakan patuh menjadi otomatis. Tanpa mempertimbangkan untung rugi, orang sudah sadar dan taat aturan karena dirinya paham bahwa hal tersebut salah sesuai norma yang ada.
Referensi
Mehlkop, G., & Graeff, P. (2010). Modelling a rational choice theory of criminal action: Subjective expected utilities, norms, and interactions. Rationality and Society, 22(2), 189-222. https://doi.org/10.1177/1043463110364730
Poei, EP, & Ansusanto., JD (2017). PERILAKU BERLALU LINTAS YANG MENDUKUNG KESELAMATAN DI JALAN RAYA.