Artikel Terbaru
Loading updates...

Mengapa Kita Senang Saat Orang Lain Gagal: Sisi Gelap Manusia di Balik Emosi Schadenfreude

Poin Kunci:
  • Emosi Schadenfreude (merasa senang atas kemalangan orang lain) dipandang sebagai emosi yang tidak pantas dan amoral, tetapi kenyataannya ini adalah respons manusiawi yang sangat umum. 
  • Sebuah analisis psikologis (oleh Smith dan Van Dijk) menguji faktor-faktor yang memprediksi emosi ini, seperti rasa tidak suka (sentimen), keyakinan bahwa musibah itu pantas didapat (keadilan), persaingan, iri hati, dan identitas kelompok. 
  • Dengan mengenali pemicu ini, Anda dapat memahami bahwa Schadenfreude seringkali berakar dari rasa terancam (pada citra diri) atau kepedulian mendalam Anda pada keadilan.

Ilustrasi Orang yang Suka dengan Penderitaan Orang Lain
Ilustrasi Orang yang Suka dengan Penderitaan Orang Lain

Merasa tidak senang dengan orang lain terkadang dicap sebagai sebuah perasaan yang tidak pantas untuk dimiliki. Namun, perasaan ini dapat dirasakan oleh siapapun bahkan mungkin saja kita pernah merasakannya tanpa disadari. Fenomena ini bukanlah hal langka, bahkan umum dirasakan oleh orang sekitar kita

Dalam dunia Psikologi, fenomena ini lebih dikenal dengan istilah Schadenfreude. Istilah Schanfreude berasal dari kata Jerman yang terbagi dari kata Schaden yang berarti kerugian dan Freude yang berarti kegembiraan. Schandenfreude tersebut merujuk pada perasaan senang yang timbul ketika menyaksikan kemalangan atau tidak diinginkan yang menimpa orang lain ataupun kelompok lain.

Walaupun terkesan agak aneh memiliki perasaan senang terhadap penderitaan orang lain, terdapat beberapa penjelasan yang dapat menjelaskan alasan kenapa orang memiliki perasaan schadenfreude ini. Terdapat beberapa alasan yang ditawarkan oleh Smith dan Van Dijik untuk mengetahui mengapa manusia mengalami emosi ini. 

Hubungan Sentimen Suka dan Tidak Suka

Banyak kasus Schandenfreude dapat dijelaskan dengan hubungan antara orang lain apakah kita menyukai atau tidak menyukai orang tersebut. Hal ini didasarkan pada adanya satu atau alasan lain yang memungkinkan kta tidak menyukai seseorang. 

Misalnya, seseorang cenderung tidak menyukai orang lain yang berusaha untuk memberikan dampak buruk. Rasa tidak suka ini apabila intensitasnya meningkat dapat berubah menjadi sebuah emosi kebencian terhadap orang lain. 

Keadilan dan Kelayakan

Pertimbangan moral dan keadilan tidak bisa dilepaskan berperan dalam schadenfreude . Seringkali, Schandenfreude ni disertai kegelisahan moral yang merasa bersalah atau malu ketika mengalaminya. Untuk mengurangi noda amoral dari emosi ini, perlu untuk menyesuaikan penilaian kita mengenai kelayakan atau kepantasan. 

Aspek kelayakan ini begitu penting dalam memengaruhi emosi schadenfreude ini. Bila kita melihat dari teori dunia yang adil (Just World Theory), manusia memiliki kecenderungan psikologis untuk percaya bahwa dunia ini pada dasarnya tempat yang adil. Simplenya, kita percaya bahwa hal baik terjadi pada orang baik, dan sebaliknya hal buruk terjadi pada orang jahat. 

Dengan demikian, ketika kita melihat seseorang mengalami kemalangan, maka akan mendorong kita utuk mengangap bahwa orang tesebut pasti pantas mendapatkannya meskipun tidak ada buktinya. Akibatnya, hal ini mengurangi empati kita sehingga membuat kemungkinan merasakan senang terhadap penderitaan orang lain meningkat.

Penilaian Diri dan Kompetisi

Alasan ketiga yang dapat menjelaskan adanya schadenfreude ini adalah adanya peniliaian kita tentang bagaimana nasib orang lain memengaruhi tujuan, motif, dan kepentingan kita sendiri. Walaupun emosi schandenfreude tampak berfokus pada orang lain, tetapi sebenarnya emosi ini memiliki implikasi bahwa suatu hal dapat memengaruhi diri kita sendiri secara pribadi. 

Penilaian ini akan lebih jelas dengan adanya faktor kompetisi antar orang lain. Semakin kompetitif hubungan kita dengan orang lain, maka semakin besar kemungkinan reaksi emosional kita tidak mencermnkan reaksi mereka. 

Puncak kompetisi ini terjadi dalam situasi zero-sum yang melihat keuntungan orang lain secara langsung diartikan sebagai kerugian bagi kita. Singkatnya, kemalangan dan kerugian dari saingan akan menguntungkan kita. Akibatnya, kita berhenti merasa empati terhadap musibah yang dialami orang lain. 

Misalnya, persaingan para wanita dalam penampilan fisik membuat rasa empati terhadap kemalangan antar sesamanya semakin memudar. Para wanita tersebut akan mengalami schadenfreude palng besar ketika saingan wanitanya kehilangan penampilannya. Mereka senang apabila orang lain tidak sebaik penampilannya atau penampilang orang lain lebih buruk dari dirinya. 

Citra Diri 

Rasa senang terhadap penderitaan orang lain dapat menjadi emosi ini sebagai alat untuk melindungi, bahkan meningkatkan citra diri dan harga diri seseorang. Pada dasarnya, kita memiliki kecenderungan untuk mengevaluasi diri kita dengan membandingkan diri kita dengan orang lain. schadenfreude khususnya terjadi ketika adanya perbandingan ke bawah. Perbandingan tersebut melihat bahwa  peristiwa buruk yang menimpa orang lain seringkali meningkatkan peringkat diri pribadi dengan orang lain. 

Puncak Schandenfreude terjadi ketika citra diri seseorang sedang terancam. Ancaman ini memunculkan kebutuhan untuk melindungi diri untuk tetap mempertahankan ataupun meningkatkan citra diri sendiri. Dengan hal tersebut, nasib buruk orang lain dapat membuat seseorang senang dengan alasan hal tersebut membuat citra diri tetap berada di atas. 

Iri Hati

Rasa iri hati yang jahat menjadi salah satu kemungkinan besar yang membuat seseorang untuk merasakan kesenangan atas penderitaan orang lain. Iri hati ini tidak sekedar "ingin apa yang dimiliki orang lain", tetapi dapat berupa pandangan bahwa keunggulan orang lain sebagai suatu yang tidak pantas mereka dapatkan. Rasa ini diperparah dengan pandangan bahwa kerugian kita sebagai sesuatu yang tidak dapat diubah. 

Disinilah schadenfreude muncul sebagai solusi dari emosi iri hati tersebut. Ketika target iri kita tiba tiba mengalami kemalangan, hal ini menghasilkan rasa keadilan yang sangat memuaskan.

Identitas Kelompok

Disisi lain, schadenfreude tidak anya terjadi pada level antar perorangan saja, tetapi juga dapat terjadi pada level antar kelompok. Identitas kelompok yang melekat pada kehidupan sosial memicu adanya pengelompokan antara "kami" versus "mereka". 

Hal ini dapat dijelaskan melalui teori identitas sosial. Teori tersebut menjelaskan bahwa identitas kita berasal dari keanggotaan suatu kelompok, seperti tim olahraga, partai politik, ataupun merek yang dignakan. Kebutuhan psikologis untuk ingin kelompok kita menjadi lebih baik memunculkan adanya kompetisi dengan kelompok lain. 

Berbeda dengan hubungan individu, hubungan antar kelompok lebih kompetitif dan kurang kooperatif. Akibatnya, kondisi ini membuat emosi senang terhadap kemalangan orang lain atau kelompok saingan dapat muncul. 


Referensi
Smith, RH, & van Dijk, WW (2018). Schadenfreude dan Gluckschmerz. Review Emosi , 10 (4), 293-304. https://doi.org/10.1177/1754073918765657 
Next Post Previous Post
1 Comments
  • Anonim
    Anonim 4 November 2025 pukul 17.55

    🔥

Add Comment
comment url